KRP – Jika Anda pernah mendengar cerita tentang “Sepeda Nabi Adam” di Jeddah, Anda tidak sendirian. Monumen sepeda raksasa di kota tersebut telah lama menjadi topik hangat, tidak hanya di antara jemaah haji Indonesia tetapi juga di media sosial.
Namun, tahukah Anda bahwa kisah yang mengaitkan sepeda raksasa ini dengan Nabi Adam sebenarnya keliru? Dalam blog ini, mari kita telusuri fakta sebenarnya di balik salah satu landmark paling ikonik di Jeddah ini.
Apa Itu Monumen Sepeda Raksasa?
Monumen sepeda raksasa adalah sebuah karya seni publik yang terbuat dari material tahan lama dan berdiri megah di sebuah bundaran strategis di Kota Jeddah, Arab Saudi. Dikenal sebagai “The Bicycle,” monumen ini dibangun pada tahun 1982 oleh seorang arsitek asal Spanyol bernama Julio Lafuente.
Dengan ketinggian sekitar 15 meter, monumen ini menjadi salah satu landmark paling terkenal di kota pelabuhan ini, menarik perhatian warga lokal maupun wisatawan.
Meski memiliki sejarah dan makna tersendiri, banyak jemaah asal Indonesia yang meyakini bahwa sepeda besar ini adalah milik Nabi Adam. Narasi ini mungkin muncul karena ukuran monumen yang sangat besar, seolah-olah cocok untuk manusia raksasa seperti Nabi Adam, yang dalam beberapa kisah digambarkan sangat tinggi.
Latar Belakang dan Sejarah yang Sebenarnya
Pembangunan monumen sepeda raksasa ini merupakan bagian dari inisiatif besar pemerintah Arab Saudi di tahun 1980-an untuk mempercantik Kota Jeddah. Menghadirkan Julio Lafuente, seorang arsitek terkenal yang karyanya tersebar di berbagai belahan dunia, menjadi bagian dari upaya ini.
Namun, ada twist menarik dalam sejarah monumen sepeda ini. Dikatakan bahwa sepeda yang menjadi ikon monumen tersebut sebenarnya adalah hadiah dari Ali Sadikin, Gubernur Jakarta saat itu, pada tahun 1970-an. Meski ada klaim ini, banyak sumber juga menyebutkan bahwa keseluruhan desain dan eksekusi monumen berada di bawah kendali Lafuente.
Pada tahun 2013, pemerintah setempat membangun jalan layang sepanjang 583 meter di sekitar bundaran tempat monumen ini berdiri untuk mengurangi kemacetan lalu lintas. Kini area ini dikenal sebagai “Jembatan Sepeda,” yang menambah daya tarik monumen bagi pengunjung.
Dimensi dan Makna Arsitektural
Monumen sepeda ini bukan sekadar berukuran besar, tetapi juga dirancang dengan penuh perhatian terhadap detail dan makna. Dibuat dari bahan yang tahan terhadap cuaca ekstrem Jeddah, sepeda ini memiliki tinggi sekitar 15 meter dengan kerangka besar, roda yang kokoh, dan detail seperti setang dan pedal yang dibuat sangat realistis.
Julio Lafuente terinspirasi oleh konsep “gerakan” dan “kebebasan.” Bagi Lafuente, sepeda melambangkan perjalanan, baik secara fisik maupun spiritual, dua tema yang sangat relevan dengan Jeddah sebagai pintu gerbang utama bagi jutaan jemaah haji menuju Makkah dan Madinah. Selain itu, sepeda ini juga menjadi simbol inovasi dan perkembangan Kota Jeddah, mengingat posisinya sebagai kota yang terus bergerak maju.
Dampak Sosial dan Budaya Monumen Sepeda Raksasa
Salah satu kontribusi terbesar dari monumen sepeda ini adalah dampaknya terhadap pariwisata lokal. Monumen ini telah lama menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, mendorong orang untuk datang dan berfoto dengan latar belakang sepeda raksasa ini.
Tidak jarang para jemaah haji asal Indonesia berbagi cerita tentang “Sepeda Nabi Adam” setelah berkunjung, membawa narasi ini kembali ke tanah air sebagai bagian dari pengalaman mereka.
Namun, narasi bahwa ini adalah sepeda milik Nabi Adam sebetulnya adalah sebuah kesalahpahaman. Hal ini mungkin muncul akibat kurangnya informasi yang tersedia di lokasi mengenai sejarah dan asal usul monumen. Sebagai hasilnya, mitos ini berkembang dari mulut ke mulut, terutama di antara komunitas jemaah haji.
Menangkal Mitos dan Memahami Fakta
Meluruskan mitos seperti ini penting untuk memahami kekayaan sejarah yang sebenarnya. Monumen sepeda raksasa bukanlah peninggalan Nabi Adam. Sebaliknya, monumen ini adalah manifestasi seni yang menggambarkan kebebasan, inovasi, dan kemajuan.
Kisah di balik monumen ini menunjukkan bagaimana seni dan budaya dapat berfungsi sebagai jembatan untuk menghubungkan berbagai bangsa dan latar belakang.
Sementara itu, cerita yang berkembang di kalangan jemaah haji justru menambah warna sejarah monumen ini. Ia menjadi bukti bagaimana suatu karya seni bisa membawa makna yang berbeda bagi berbagai kalangan, tergantung dari perspektif dan pengalaman mereka.
Kesimpulan: Ikon Kota Jeddah yang Penuh Makna
Monumen sepeda raksasa, atau yang sering disebut sebagai “Sepeda Nabi Adam,” adalah salah satu landmark paling ikonik di Kota Jeddah. Dibangun pada tahun 1982 oleh Julio Lafuente, monumen ini melambangkan gerakan, kebebasan, dan inovasi.
Meski terdapat banyak kesalahpahaman mengenai asal-usulnya, monumen ini tetap menjadi pengingat penting tentang bagaimana seni publik dapat memiliki dampak budaya dan pariwisata yang mendalam.
Bagi Anda yang berencana mengunjungi Jeddah, jangan lewatkan kesempatan untuk melihat monumen ini secara langsung. Selain menjadi latar yang sempurna untuk foto, Anda juga akan membawa pulang cerita baru yang penuh wawasan tentang salah satu landmark paling unik di dunia.