Deretan Alasan IHSG Terjun Beberapa, Sampai Trading Halt

staff kilas

JAKARTA, KRP – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam pada hari Selasa, 18 Maret 2025, hingga mencapai level 5%, yang memicu diterapkannya trading halt oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Langkah ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Direksi BEI No. Kep-00024/BEI/03-2020 tentang perubahan pedoman penanggulangan transaksi di Bursa Efek Indonesia dalam situasi darurat.

Pada sesi perdagangan awal, IHSG sempat merosot hingga mencapai angka terendah 6.011,8, mencatatkan penurunan sebesar 7,1% dari penutupan sebelumnya. Di akhir sesi kedua, IHSG kembali mengalami pelemahan 3,8%, berakhir di angka 6.233,4.

Penurunan tajam IHSG ini menonjol jika dibandingkan dengan performa bursa saham di kawasan Asia, seperti Nikkei (+1,4%), Shanghai (+0,09%), STI (+1%), dan FKLCI (+1%), yang mencerminkan ketakutan investor asing terhadap perekonomian dan iklim finansial Indonesia.

Kondisi IHSG dan Pengaruh SBN

Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, menyatakan bahwa penurunan IHSG sebesar 8,59% sejak awal tahun mencerminkan kecemasan para pemegang saham mengenai penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) oleh pemerintah untuk menutupi defisit anggaran. Menurutnya, pasar meragukan dampak kebijakan fiskal yang intensif, serta risiko jangka panjang terhadap keseimbangan ekonomi Indonesia.

BACA JUGA:  Prediksi Kenaikan Cepat Letkol Teddy ke Jenderal dalam 2 Tahun, Sementara Teman Angkatannya Masih Menjadi Mayor

Berdasarkan data, pemerintah telah mengeluarkan SBN senilai Rp238,8 triliun pada Januari hingga Februari 2025, atau sekitar 37,2% dari target penggalangan dana tahun 2025. Meskipun penting untuk membiayai pengeluaran pemerintah, emisi SBN yang besar dapat menambah beban utang negara dan menurunkan minat investor terhadap pasar saham domestik. Analis pasar modal, Riska Afriani, mengatakan bahwa tingginya emisi SBN dapat memicu peralihan investasi ke instrumen yang lebih aman, seperti emas, yang memengaruhi IHSG.

Penjualan Saham Asing dan Sentimen Negatif

Selain faktor SBN, penurunan IHSG dipengaruhi oleh penjualan saham secara besar-besaran oleh investor asing. Hal ini memperburuk dinamika perdagangan saham, mendorong investor domestik untuk ikut menjual portofolio mereka. Sentimen negatif semakin terpelihara oleh ketidakpastian ekonomi jangka pendek, baik dari faktor internal maupun eksternal yang masih belum menunjukkan kemajuan positif.

BACA JUGA:  Pelajari Peringatan Dini dari Sonny Septian: Bahaya Penyumbatan pada Pembuluh Darah Leher dan Otak

Menurut Analis Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi, penurunan IHSG ini juga dipengaruhi oleh ketidakpastian pasca-konflik Rusia-Ukraina dan kebijakan suku bunga yang tinggi. Ia mengamati bahwa investor asing telah menjual saham senilai Rp29 triliun pada tahun ini, dengan peralihan investasi menuju aset yang lebih aman, seperti emas, yang harganya telah melonjak.

Defisit Anggaran dan Respons Pemerintah

Pemerintah merespons penurunan IHSG dengan menyatakan bahwa meskipun terdapat penurunan, ekonomi domestik tetap stabil. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa meskipun ada fluktuasi di pasar saham, sektor pajak menunjukkan peningkatan 6,6% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga defisit APBN 2025 di angka sekitar 2,53% terhadap PDB, dengan pembiayaan melalui penerbitan Surat Utang Negara.

Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa lelang Surat Utang Negara (SUN) pada 18 Maret 2025 menunjukkan hasil yang memuaskan, dengan penawaran yang diterima mencapai Rp61,75 triliun, lebih dari dua kali lipat target awal. Hal ini menunjukkan bahwa keyakinan investor terhadap pemerintah dan manajemen APBN tetap tinggi.

BACA JUGA:  Ifan Seventeen Ditunjuk Sebagai Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN)

Kebijakan OJK dan Buyback Saham

Selain itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mengeluarkan kebijakan yang mendukung stabilitas pasar dengan memperkenankan perusahaan publik melakukan buyback saham tanpa perlu persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan ini bertujuan untuk memberi fleksibilitas bagi perusahaan dalam mengelola fluktuasi harga saham mereka selama kondisi pasar yang volatile.

Meskipun demikian, Oktavianus Audi mengingatkan bahwa meskipun kebijakan buyback saham ini dapat memberikan dampak positif dalam jangka pendek, situasi ekonomi yang masih penuh ketidakpastian bisa memengaruhi keberlanjutan pertumbuhan pasar di masa depan.

Dengan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah dan otoritas keuangan, pasar diharapkan dapat meredam ketegangan dan menciptakan kembali stabilitas untuk mendukung perekonomian Indonesia. Namun, ketidakpastian global dan domestik tetap menjadi tantangan besar yang harus dihadapi oleh para pemangku kepentingan di pasar saham Indonesia.

Baca Selanjutnya:

Bagikan:

Tags

Tinggalkan komentar

/