, WASHINGTON – Presiden AS menyatakan bahwa tak seorang pun warganya akan mengejar atau mengusir penduduk Palestina dari Jalur Gaza yang dikuasai, posisi yang memodifikasirencananya untuk membersihkan Gaza. Komentar ini muncul saat diskusi berlangsung antara Amerika Serikat dan beberapa negara Arab tentang pembaruan Gaza.
Pernyataan Trump dikeluarkan selama konferensi pers bersama dengan Perdana Menteri Irlandia Michael Martin di Washington. Martin sedang melakukan kunjungan tidak terbatas ke Amerika Serikat. Saat diminta komentar oleh wartawan mengenai niatnya memindahkan penduduk Palestina dari Jalur Gaza, Trump merespons dengan menyatakan bahwa “tak ada orang Palestina yang bakal dipulangkan dari Gaza.” Ia juga menambahkan bahwa pihak AS tengah bekerja sama erat dengan Israel guna mendapatkan penyelesaian bagi masalah di wilayah tersebut.
Menurut apa yang dilaporkan oleh jaringan berita Eropa
Euronews
pada hari Rabu, Trump menambahkan bahwa tanggal 7 Oktober adalah “hari yang sangat buruk,” dan bahwa Israel “dikepung” pada saat itu, klaimnya.
Mulai tanggal 25 Januari, presiden Amerika Serikat mendorong ide untuk memindahkan penduduk Palestina di Gaza ke negara-negara tetangga seperti Mesir dan Yordania. Namun kedua negara tersebut sudah menyatakan penolakan terhadap gagasan itu. Negara-negara Arab lainnya juga ikut serta bersama mereka dalam hal ini, termasuk berbagai organisasi baik yang berskala regional maupun internasional.
Di awal bulan Februari, dia menjelaskan rencananya terkait hal tersebut, menyarankan perpindahan tetap penduduk Palestina, sehingga Amerika Serikat dapat mengendalikan Jalur Gaza, serta merencanakan upaya pembangunan ulang yang bertujuan membuatnya menjadi “Riviera Timur Tengah.”
Komentar Trump juga muncul setelah Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich mengatakan pada Ahad bahwa Tel Aviv akan membuka kantor “Otoritas Emigrasi” baru di bawah Kementerian Pertahanan untuk mengelola pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza, menurut beberapa laporan media. Dia mengatakan rencana tersebut mendapat dukungan dari pemerintahan Trump.
“Berbagai pejabat di pemerintahan berulang kali mengatakan kepada saya, ‘Kami tidak akan membiarkan dua juta orang Nazi tinggal di luar pagar,’” katanya, mengacu pada warga Palestina di Gaza.
“Dulunya, membicarakan seseorang yang pergi dari Gaza merupakan topik terlarang, tapi kini mereka yang dianggap gila justru menjadi orang-orang paling rasional.” “Bukan sekadar realistis, malahan ini adalah satu-satunya strategi yang masuk akal,” katanya dilansir harian tersebut.
Washington Post.
Sementara,
Aljazirah
Negara-negara Arab mengajukan skema pembaruan Gaza kepada duta besar Amerika Serikat Steve Witkoff dan sepakat untuk terus berdiskusi dengan beliau, demikian disebut dalam pernyataan gabungan dari kelompok lima negeri itu. Pernyatan ini telah di konfirmasi oleh Departemen Luar Negeri Qatar baru-baru ini.
Doha, Qatar mengadakan pertemuan bersama negara-negara Arab beserta Witkoff, acara ini turut disertai wakil-wakil dari Yordania, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, serta Organisasi Pembebasan Palestina.

“Para menteri dari negeri-negeri Arab mengutip pentingnya mendirikan suatu gencatan senjata di Gaza serta wilayah Palestina yang masih dikuasai, dengan penekanan kuat pada kebutuhan usaha sungguh-sungguh dalam rangka meraih kedamaian yang adil dan menyeluruh sesuai dengan konsep dua negara. Mereka juga menegaskan pemenuhan harapan rakyat Palestina atas kemerdekaan dan kebebasannya,” demikian tertulis dalam pernyataan mereka.
Dia menambahkan, “Mentri-menteri dari negara-negara Arab mengulangi komitmennya untuk tetap menjaga dialog dalam rangka memperkokoh gencatan senjata serta bekerjasama demi menciptakan keamanan, stabilisasi, dan kedamaian di wilayah tersebut melalui pendekatan diplomatik yang aktif dan kerja sama lintas regional maupun global.”
Diskusi tentang rancangan tersebut akan diteruskan melalui wakilnya sebagai “landasan untuk pembaruan” di Jalur Gaza, menurut pernyataan itu. Rencana yang mendapat dukungan dari beberapa negara Arab ini dianggap sebagai alternatif proposal Trump guna mempersempit populasi di Gaza demi “memajukan” area terpencil yang berada di bawah kontrol Amerika Serikat, seperti halnya dengan pengosongan etnik. Konsep Arab mencakup tiga langkah inti: tindakan jangka pendek, pembangunan ulang, serta penyelenggaraan pemerintahan.