Polres Cianjur mengungkap kasus pembuatan STNK palsu.
Keempat kelompok kriminal yang ditangkap itu menyatakan bahwa mereka diberi perlindungan oleh Negara Kekaisaran Sunda Nusantara Majelis Agung Sunda Archipelago (M.A.S.A.).
Meski demikian, sang ‘Jenderal Muda’ dari Kerajaan Sunda itu juga ditangkap.
Usaha produksi STNK tiruan yang menggunakan logo Kerajaan Sunda disebut-sebut telah menghasilkan keuntungan mencapai triliunan rupiah.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Cianjur, AKP Tono Listianto, mengungkapkan bahwa seorang anggota sindikat itu mengakui dirinya menempati posisi penting dalam kekaisaran yang disebut-sebut.
“Demikian pengakuannya, dan salah seorang tersangka menempati posisi dengan derajat yang tinggi dalam kerajaan tersebut, yaitu sebagai perwira muda,” ungkap Tono di Markas Komando Polres Cianjur pada tanggal 11 Maret 2025 seperti dilaporkan Kompas.com.
Kepolisian mengambil beberapa barang bukti, meliputi mesin pencetak, dokumen berkaitan dengan klaim kerajaan, dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) tiruan yang dihasilkan oleh jaringan tersebut.
STNK palsu itu memuat data diri serta simbol kerajaan, yang seharusnya diganti dengan tanda bukti kepemilikan polisi di Republik Indonesia secara resmi.
“Toni menyatakan bahwa kekaisaran ini menegaskan haknya untuk merilis sejumlah dokumen, termasuk STNK,” katanya.
Masih ada pengembangan dalam kasus ini guna menyelidiki potensi partisipasi dari pihak-pihak lainnya.
Kepolisian menyarankan kepada publik supaya lebih waspada saat menangani dokumen kendaraan guna mencegah penipuan yang dilakukan oleh kelompok pelaku pemalsuan tersebut.
“Saya menyarankan kepada publik agar lebih waspada dan teliti ketika memproses dokumen kendaraan karena kelompok kriminal tersebut sudah membuat ratusan ribu salinan STNK palsu yang telah didistribusikan ke seluruh bagian negara kita,” ungkap Tono.
Dari tangan sang pelaku, kepolisian mengamankan sembilan kendaraan, beberapa surat tanda nomor kendaraan (STNK) buatan sendiri, dan peralatan untuk mencetaknya.
Kelompok tersebut dikenal menawarkan STNK tiruan dengan tarif antaraRp 1,5 juta sampai Rp 2,5 juta untuk setiap buahnya.
Berdasarkan tindakannya, sang terduga dikenakan Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 263 Ayat 2 yang berhubungan dengan penyiktiran dokumen palsu, menghadapi sanksi hukumannya bisa mencapai tujuh tahun kurungan penjara sebagai batas atas pelakuannya.
Mengherankannya, setelah penahanan empat orang terduga dari jaringan tersebut, negara Kesultanan Sunda Nusantara kemudian mengajukan tuntutan ganti kerugian senilai Rp 5 triliun kepada Polres Cianjur.
Gugatan klaim kerugian akibat penangkapan seorang jenderal muda mereka.
“Sesudah mereka diamankan, kelompok tersebut yang menyebut dirinya sebagai Kekaisaran Sunda Nusantara mengirimkan surat protes kepada Polres Cianjur dan meminta kompensasi senilai Rp 5 triliun,” jelas Tono.
Di samping permintaan itu, surat yang dikirimkan pula kepada beberapa negara lainnya, menyatakan ancaman untuk mendisable Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Mereka berencana untuk membuat Jakarta mirip dengan Nagasaki dan Hiroshima jika permintaan mereka diabaikan,” ujar Tono.
Sekarang, pihak berwenang terus menyelidiki kasus itu dan memeriksa lebih dalam tentang aktivitas grup yang mengaku dirinya sebagai negara kesarjalanannya.
“mereka menyatakan diri mereka memiliki otoritas sendiri, beserta dengan kapabilitas dan kuasa untuk mencetak bermacam-macam dokumen, seperti STNK buatan palsu ini,” katanya.
Tono menyebut bahwa grup ini berfokus pada area Cicurug, Kabupaten Sukabumi, dan memiliki susunan jerarchy posisi yang mereka tentukan sendiri.
“Menurut penangkapan kita, salah satu yang bernama awalan H menyatakan dirinya memiliki gelar dan posisi seorang Jenderal Muda dalam kerajaan itu,” kata Tono.
“H merupakan dalang utama dari kelompok tersebut. Ia bertindak sebagai perlindungan karena memiliki jabatan perwira tinggi,” jelas Tono.
Tono mengatakan bahwa sindikat tersebut sudah dikenal berjalan selama lima tahun dan meraih laba sampai dengan miliaran rupiah.
Mengatakan Tono, mereka menetapkan tarif untuk membuat STNK palsu sebesar antara Rp 1,5 juta sampai dengan Rp 2,5 juta, bergantung pada kebutuhan klien.
“Harganya beragam, ditentukan oleh kebutuhan, seperti contohnya apakah cuma untuk memperbarui tanggal kadaluarsa, nama pemilik saja, atau merombak keseluruhan informasi di STNK,” terangnya.
Di luar STNK, sindikat tersebut juga menangani produksi beragam jenis dokumen tiruan selain itu, misalnya diploma, KTP, Kartu Keluarga, Akta Kelahiran, Buku Nikah, BPKB, Akta Jual Beli, sampai Paspor.
“Berdasarkan barang bukti yang kami temukan, kelompok kriminal ini sudah membuat ribuan surat tanda nomor kendaraan (STNK) palsu dan banyak dokumen ilegal lainnya,” jelas Tono.
Kini, petugas sedang menginvestigasi arus uang dari tindakan kriminal itu, menentukan apakah dana tersebut dipakai untuk mendukung grup tertentu atau cuma di nikmati sendiri oleh orang-orang yang dicurigai.
“Kami masih mendalami aktivitas kelompok ini, yang mengklaim memiliki kewenangan menerbitkan dokumen dan memiliki pemerintahan sendiri,” ujar Tono.