Slam Wiwitan “Lentera Agama Lokal”  

dimas

“Lentera Agama Lokal”

Oleh: Yoyo Sutarya

Islamisasi, Kristenisasi, serta bentuk ajakan lainnya menghajar daerah adat. Perlindungan terhadap masyarakat adat tidak terlihat juga terbukti. Banyak cerita masyarakat adat mengenai ajakan untuk berpindah keyakinan ke agama yang menganggap paling benar menyuguhkan fantasi surga. Menganggap masyarakat adat sengsara dalam urusan materi, sementara aliran selain agama maenstrim yang kesannya borjuis itulah paling benar.

Slam Wiwitan berbeda dengan Aliran Kepercayaan Sunda Wiwitan. Begitu tandas pernyataan dari pihak Kenekes/Baduy, dikatakan pada Forum Perlindungan Hak Asasi Manusia yang program kerjanya membantu mendorong pengesahan kolom agama Aliran Kepercayaan, sebagai bukti bahwa agama/aliran kepercayaan diakui berikut tertulis di Kartu Tanda Penduduk (KTP). Program tersebut bukan hanya untuk masyarakat Kanekes/Baduy Kab. Lebak Banten, tetapi akan berlanjut membantu memperjuangkan agama kepercayaan di daerah lainnya. Secara kesukuan memang rumit memetakannya karena ratusan agama lokal akan terdata dan mendapatkan “pegakuan” setelah sekian lama Indonesia merdeka.

Ketika beberapa Jaro berkumpul mendiskusikan kolom agama apa untuk masyarakat Kanekes Baduy. Jawabanya yaitu Slam Wiwitan dan nabinya yaitu Nabi Adam AS. Jaro menjelaskan Slam Wiwitan berbeda dengan Sunda Wiwitan. Sebab, jika pengupasan untuk referensi ‘kitab lisan’ Agama dari Baduy itu berdiri sendiri. Misal saja, Padjajaran dan daerah baduy itu secara letak serta sejaarah memiliki perbedaan. Ada juga referensi lain mengenai agama di suku Sunda, budayawan Alm. Anis Jati Sunda tahun 2008 mengatakan, menurut pengamatan beliau di Suku Sunda agama kepercayaannya terbagi menjadi 7 aliran. Masuk akal jika Baduy mengaku berbeda dengan Sunda Wiwitan. Menilik Kampung-kampung adat di suku Sunda satu sama lainnya jika diperhatikan memang mempunyai cara beradat istiadat secara referensi “Kitab Lisan” berbeda.

Kitab lisan Slam Wiwitan sangatlah menarik jika dikupas mendalam, menyatakan agama Slam Wiwitan hanya untuk orang Kanekes Baduy. Tidak untuk dan tidak bisa selain komunitas turunan darah Baduy untuk memeluk agama Slam Wiwitan. kalau umpamanya ada yang ingin masuk  kepercayaan Slam Wiwitan, secara ajaran juga aturan tidak akan diterima masuk. Karena Slam Wiwitan mempunyai ajaran serta aturan tersendiri. Berbanding terbalik dengan ajaran agama formal, yang “bahagia” jika ada umat lain berbelok agama. Kitab Lisan agama Slam wiwitan salah satu ayatnya menyebutkan “moal ngajak, embung di ajak, jeung moal ngejek agama sejen” (tidak akan mengajak, tidak mau di ajak, dan tidak akan mengejek agama dan kepercayaan di luar kepercayaannya).

BACA JUGA:  SELAMAT JALAN TOKOH PRSSNI JABAR SUBAGDJA NITIATMADJA, BROADCASTER YANG JUGA SAXOPONIST

Pikukuh ajaran penilaian ugeran kahirupan menjadi bukti yang layak untuk Aliran Kepercayaan Slam Wiwitan mendapatkan pengakuan setidaknya dalam kolom KTP. Kepercayaan mereka tidak perlu dielu-elukan dalam kegiatan seremonial di Media, kepercayaan mereka tidak perlu disebarkan, kepercayaan mereka cukup untuk mereka sendiri. Tanpa mengajak, tidak mau mengajak, dan tidak akan mengejek agama lain. Saya menghayal jika itu dilakukan dibelahan bumi Nusantra, tidak akan ada gesekan negatif antar umat beragama. Semua agama baik dan tuhan semua agama adalah Esa.

Memang dalam dua tahun lalu. Menurut data Desa Kanekes ada sekitar 100 orang yang ke luar dari baduy. Alasannya ada yang pidah agama serta menikah dengan bukan dari keturunan Baduy. Aturan hukum adat “panjang tidak boleh di potong,  pendek tidak boleh di sambung” kalau tidak sanggup mengemban ajaran, maka dipersilahkan untuk keluar dari kesatuan Baduy, konsekuensinya tidak akan pernah diterima lagu di kesatuan Baduy. inti ajaran dan aturannya tegas, setelah ke luar tidak akan diterima lagi.

Bumi Suci Lema Salaka

Wiwitan dalam bahasa Sunda artinya adalah pertama. Membaca kalimat Sahadat dituturkan dalam tradisi lisan Baduy. Sejarah sebelum para nabi, ketika masih jaman para Sanghyang, yaitu ketika masa yang menentukan para nabi dan juga para wali, ketika itu orang Baduy sudah di Islam kan dengan membaca kalimat sahadat (Sumber Kitab Lisan Agama Slam Wiwitan).

Dalam tradisi lisan urang Baduy diceritakan mengenai sejarah alam, yang disebutkan “dimana ada bumi suci yang pertama terletak di nagara yang sempurna di Sawargamandiloka di atas sana. Kemudian Bumi suci yang ke dua ada di Baduy dalam.  Lalu, bumi suci yang ke tiga ada di Mekah Arab. Bumi suci Lema Salaka adalah tanah suci yang ada di Baduy dalam”. Secara umum masyarakat juga mengetahui itu adalah areal tanah yang disucikan. salahnsaru aturannya selain pribumi dilarang masuk ke Baduy dalam. Juga aturan lain sangat ketat terus diberlakukan.

Penilaian agama tidak hanya bukti tertulis. Dengan adanya konsep lisan dalam beragama setidaknya akan membuka pikiran kita. Bagaimana konsep beragama di Nusantra sangatlah beragam mempunyai referensi jelas yang bisa dipertanggungjawabkan. Kitab suci ada dalam diri kita masing masing itu menurut urang Baduy. Yang isinya bagaimana kita berprilaku dalam kehidupan. Jika berprilaku buruk maka kelak akan mendapatkan keburukan, dan sebaliknya jika berprilaku baik kelak akan mendapatkan kebaikan.

BACA JUGA:  TUTUP SEMENTARA PUSKESMAS PURWAHARJA 1 KOTA BANJAR, PETUGAS MEDIS TERKONFIRMASI POSITIF COVID 19 HASIL RAPID TEST

Kini setelah Mahkamah Konstitusi mengesahkan kemudian mensosialisasikan untuk mengakui aliran kepercayaan di Kolom KTP. Kabar itu membawa keceriaan salah satunya untuk masyarakat Kanekes Baduy. Mereka akan merasa terangkat derajatnya. Bagaimana tidak, secara sejarah dan tradisi lisan mereka begitu mengemban ajaran amanah turun temurun asli ajaran lokal. Berbeda jauh dengan perlakuan terhadap ajaran agama formal/impor yang sudah mendapatkan tempat sangat layak semenjak Indonesia Merdeka ditambah fasilitas yang terkesan borjuis dalam beragama.

Sekarang urang baduy tidak akan merasa risih lagi dengan tawaran serta ajakan dari luar yang masuk. Sumber dilapangan dari masyarakat Gajeboh mengatakan. Ada tawaran /ajakan dari Agama Kristen yang akan membangun semacam Gereja, ajakan dari Islam yang akan membangun Pesantren, ajakan Budha, serta Hindu. Mereka kini akan ada tameng untuk menegaskan “Kami Ge Boga Agama, nyaeta Slam Wiwitan, Tah na Kolom Agama dina KTP aya ayeuna mah rek diayakeun ku pamarentah“.

Konflik Urang Kanekes Baduy

Bahasa Parawitasa tolong dihapuskan digantilah dengan bahasa lain semisal Saba Baduy. Terkhusus untuk orang baduy, banyak pengunjung yang datang ke Baduy kalau kesannya pariwisata akan disamakan dengan daerah wisata lainnya. Di Baduy berbeda dengan daerah lain, karena mempunyai aturan lain yang berhubung dengan kepercayaan mereka. Baiknya dinas terkait turun langsung ke lapangan, dialoglah secara pikukuh adat bukan hanya menghargai melestarikan saja, tetapi harus bisa mengembangkan konsepsi kebudayaan Baduy. Misalkan seluruh Desa di Kabupaten Lebak diwajibkan memiliki hutan Adat Desa yang nantinya bisa untuk sumber resapan air dan berdampak pula untuk nilai ekonomi masyarakatnya.

Banyak program yang masuk melalui acara seremonial seperti seperti memasukan jaringan Telekomunikasi diperbatasan Baduy Luar, kemudian PLN dengan programnya serta Dinas pertanian dengan agendanya. Makanya Baduy bertahan membuktikan mereka sudah mempunyai sistem yang tertata rapih, aneh bila program dari pemerintah membabi buta masuk dalam ranah adat tanpa memperhitungkan dampak negatif bagi tatanan kebudayaan Baduy.

BACA JUGA:  PAGELARAN WAYANG KULIT SEMALAM SUNTUK DALAM PERINGATI HARI WAYANG NASIONAL DI BANDUNG

Sangat disayangkan kecerewetan Bupati Lebak pada waktu itu viral dengan nada marah dan keras. Ternyata ketegasan Bupati lebak tidak mampu membuat konsep bagaimana mengembangkan adat kebudayaan Baduy yang bermanfaat untuk kesejahteraan umat manusia– bukan mengajarkan agamanya. Dimana nurani keadatan dan rasa kerisihan Bupati Lebak sebagai pemimpin di daerah sakral/suci lemah suci Baduy.

Koar-koar Bupati Lebak ternyata tidak berpihak pada Adat. Tidak laksana seperti pemimpin. Koar-koar Bupati Lebak tak berhati nurani tetap melanggengkan mengijinkan Tugu Perusahaan Telekomunikasi berdiri. Inti na Pemerintahan terkait lembek untuk membela hak dan perlindungan adat. Kesannya Wani kanu sahandapeun.

Akhirnya, secara berlahan aturan adat di Baduy sedikit demi sedikit rusak. Dilanggar karena tak mampu membendung teknologi. Ditopang dengan pengijinan pembagunan sarana transportasi telekomunikasi. Begitulah Pemerintahan KabupaTen Lebak, satu sisi mengangkat wisata Baduy sebagi jargon paling depan dalam adat istiadat. Satu sisi pemerintahan Kabupaten Lebak mengijinkan “perusakan tak terlihat terhadap adat istiadat” masuk ke kawasan Baduy. Secara ajaran agama Baduy tidak mengijinkan apa pun bentuk yang datang dari luar. Sementara pengikisan terhadap agama Baduy juga dilakukan dengan mendirikan tugu perusahan telekomunikasi sejengkal dari tanah adat Baduy. Kita terbuka saja, jangan-jangan kemarahan Bupati Lebak yang sempat viral tersebut adalah untuk menutupi bagaimana carut marut kondisi jalur bisnis untuk kawasan wisata adat.

Suara lantang ini tolong jawab “Kalau pun harus diadakan bentuk tulisan/ kitab tertulis dari Agama Kami, akan dibuat secara tertulis jika itu syarat untuk diakui sebagai agama, asalkan tidak menyantumkan Aliran Kepercayaan di depan kolom agama di KTP. Saya yakin agama bukan dagangan yang dengan mudah ditawarkan, tetapi prilaku yang baiklah yang akan secara mudah diikuti serta ditiru manusia nlainnya tanpa harus mengajak.

Peristiwa di Baduy akan menjadi lentera bagi agama lokal suku bangsa agama yang dikatakan kepercayaan bagi yang masih awam mendalami agama lokal/asli. Kini kolom agama masyarkat Kanekes Baduy masih kosong, alasannya agama mereka tidak mau di cantumkan Aliran Kepercayaan yang kemudian Slam Wiwitan ( AK) Slam Wiwitan dikolom KTP. Jika syarat agama diperaturan pemerintah mensyaratkan agama harus mempunyai kitab Suci, maka dari Kanekes Baduy tinggal menuliskan ajaran lisan mereka dalam tulisan.

(Penulis kini aktif menjadi konseptor, periset, dokumenteris).

Baca Selanjutnya:

Bagikan:

Tinggalkan komentar

/