Suara Jernih Padi Lokal

dimas

Ciptagelar layak dikatakan sebagai “Benteng Pangan” serta contoh masa depan untuk pertanian di Indonesia.  Suara berasal dari lokal yang konsisten mempertahankan tradisi dalam pengelolaan Padi, tanpa melibatkan sistem peran serta pemerintahan terkait dibindangnya. Detak lirih Dewi Sri dalam kepercayaan khususnya “Sunda Buhun” itu masih ada di Kasepuhan  Ciptagelar, Sukabumi, Jawa Barat.

Terdapat 160 jenis variates lebih padi lokal. Perlakuan bercocok tanam padi masih memakai pola tradisi turun temurun—tidak memakai alat modern dari mulai menanam,  mengangkut,  sampai menumbuk. Tata cara rangkaian prosesi dari mulai menanam sampai di makan dibarengi ritus syukur atas Berkah yang Tuhan berikan. .

Hasil panen di Ciptagelar tidak dikhususkan untuk dijual. Artinya aturan dalam managemen padi sudah mereka kuasai.  Tabungan padi dalam leuit (tempat menyimpan padi) dari waktu ke waktu makin bertambah. Ya, walau sekitar 5 tahun tidak bertani masyarakat disana masih bisa makan.

BACA JUGA:  BI Tasikmalaya Gelar Wicara “Ngamumule Karya Budaya Priangan ”

Begitu rapihnya tata kelola dalam pertanian padi. Sehingga konsep pertanian padi di Ciptagelar banyak yang tertarik ingin meniru. Sebut saja dari Kuningan Jawa Barat dari kalangan kasundaan Cigugur. Belum lagi dari Acara seremonial AMAN (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara) yang mengundang menteri pertanian Kasepuhan Ciptagelar Aki Koyod untuk menjadi pemateri waktu di Bali, serta mantan Bupati Purwakarta Dedy Mulyadi pernah menerapkan tata cara bertani di Purwakarta seperti di Ciptagelar, diibeberapa Desa, akan tetapi belum terlihat bukti keberhasilannya.

Program Pertanian Pamarentah

Dengan kekosistenanya mempertahankan pertanian lokal banyak sekali gangguannya. Misal saja pemerintahan Sukabumi melalui dinas pertanian pernah melakukan penerapan program penanaman bibit dari luar Ciptagelar (bibit padi cepat panen). Hasilnya ternyata tidak cocok.

Aneh bin ajaib memang jika menilik pamarentah.  Bukannya mereka–pamarentah– menerapkan dan menyebarkan konsep pertanian dari Ciptagelar ke daerah lain.  Malah membuat percobaan tak berarah. Akhirnya terkesan janggal. Jiga “mapatahan ngojay ka meri”. Namun,  walau gempuran program penerapan padi dari luar Kasepuhan Ciptagelar berusaha menggoda.  Tapi masyarakat Kasepuhan Ciptagelar tetap setia dengan bibit padi lokalnya.

BACA JUGA:  ORKES KRONTJONG ASMARALOKA, TAMPIL DALAM SIARAN IRAMA KERONCONG RRI BANDUNG DESEMBER 2023

Saya pikir konsep pertanian di Ciptagelar adalah solusi untuk kondisi pangan saat ini terutama beras.  Kita masih impor beras Raskin. Sedangkan kita tahu kwalitasnya rendah dibanding vatiates bibit padi lokal.

Pemerintahan terkait seharusnya membantu menerapkan konsep pertanian padi ke daerah dibelahan bumi Nusantara. Siapa tahu bibit padi lokal (pare gede)  dari Kasepuhan Ciptagelar bisa cocok di daerah lain.  Ini semestinya yang harus dilakukan oleh dinas pertanian Kab.  Sukabumi. Mungkin teknis lapangan penerapannya ke daerah lain, tak usah di “bejer beaskeun”- diterangkan disini, kan orang pemerintahan pada pinter.

BACA JUGA:  Wayang Kila: Seni Pertunjukan Unik dari Lumbung Padi Lakbok Ciamis

Ketua Adat Kasepuhan Ciptagelar Abah Ugi Sugriwa Rakasiwi mengatakan “jika dibutukan konsep pertanian padi dari Kasepuhan Ciptagelar untuk daerah lain.  Maka atas nama masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar akan siap membantu.  Dengan syarat, tata kelola pertanaiannya harus mengikuti pola Kasepuhan Ciptagelar”. Pemaparan Abah Ugi sudah jelas. Kini tinggal gayung bersambut.

Ciptagelar memberikan ruang yang sangat bisa menjadi solusi untuk kondisi pangan Indonesia yang masih impor beras. Dengan tata cara kelola pertanain lokal berserta management penyimpanan padi, tidak menutup kemungkinan bisa menjadi solusi masalah pangan. Kebijakan impor beras jelasnya bukan solusi, kalau saja kejelian pra  Paduka pengusaha mengembangkan konsep Ciptagelar secara bertahap di Indonesia, sehingga tidak akan kekurangan pangan terkhusus Beras!

(Penulis merupakan periset, dokumenteris, dan konseptor).

Also Read

Bagikan:

Tinggalkan komentar