CIAMIS. Prof. DR. Hj. Nina Herlina Lubis, M.S, Narasumber “Gelar Usik Galuh” yang juga sejarawan dari Unpad Bandung, menegaskan, jika Ridwan Saidi yang sempat membuat gaduh warga Tatar Galuh dengan pernyataannya bahwa Kerajaan Galuh itu tidak ada di Ciamis, Galuh berarti brutal dan prasasti yang ada adalah palsu, hanyalah seorang peminat sejarah.
Dijelaskan Nina, bidang sejarah adalah bidang terbuka, siapa pun boleh menulis atau pun berpendapat. Sejarawan itu terbagi dua kelompok, yaitu peminat sejarah dan sejarawan akademis.
Untuk sejarawan akademisi harus menguasi berbagai ilmu sejarah sehingga ucapannya pun bisa dipertanggungjawabkan secara akademis dengan pembuktian-pembuktian yang tidak hanya melibatkan ahli sejarah tetapi melibatkan berbagai ahli lainnya seperti arkeolog.
Sejarawan akademis syaratnya harus menguasai metode sejarah, teori sejarah, metodologi sejarah dan harus menguasi koroborasi sejarah.
“Syarat-syarat itulah yang tidak mungkin dikuasai oleh peminat sejarah, karena semua ilmu sejarah itu dipelajari secara akademis, dan peminat sejarah seperti Ridwan Saidi tidak menguasainya karena tidak belajar,” tegasnya, Kamis (20/02/2020).
Masih Menurut Nina, peminat sejarah hanya berdasarkan katanya, konon katanya dan sebagainya, dengan dasar yang “katanya” itulah sehingga sulit untuk dibuktikan.
Menurutnya, pernyataan atau statemen salah yang keluar dari seorang peminat sejarah akan mengganggu masyarakat dengan menimbulkan kegaduhan, keresahan dan penghinaan.
Berbeda dengan sejarawan akademis yang sudah menguasai ilmu sejarah dengan dasar keilmuan yang tidak diragukan, karena mereka sebelum berpendapat akan bergerak dengan melakukan interprentasi verbal, logis, phisikologis, faktual dan interprentasi teknis.
Hj Nina Lubis juga mengakui, seorang Ridwan Saidi berpengertahuan luas dan menggeluti sejarah selama 30 tahun, namun dia hanyalah seorang peminat sejarah, bukan ahli sejarah secara akademis, jadi tidak pernah belajar tentang sejarah sehingga tidak menguasi keilmuan sejarah.
Dikatakan juga, ketika Ridwan Saidi mengartikan kata Galuh berarti brutal berdasarkan kamus Armenia tidak jadi masalah karena itu interprentasi verbal, namun karena tidak menguasi ilmu sejarah maka dia tidak melakukan interprentasi logis, phsikologis, faktual dan teknis dan harus membaca naskah.
Dijelaskannya, secara logika masa nama kerajaan diartikan brutal? Tidak mungkin nama kerajaan artinya negativ, jadi harus berhati-hati dalam berpendapat, karena orang yang meyatakan itu tidak menguasai ilmu sejarah sehingga statemennya akan mengganggu masyarakat dengan menunculkan kegaduhan, keresahan dan menghina.
“Apalagi menyebut di Ciamis tidak ada kerajaan dan prasastinya palsu itu adalah salah besar,” katanya seraya menegaskan, jika Ridwan Saidi ngotot dengan pendapatnya tidak ada Kejaraan Galuh di Ciamis, hadapi saja mahasiswa saya yang bergelar doktor dengan desertasinya mengupas Kerajaan Galuh.( tim kilas ).